Bahasa menjadi salah
satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada manusia. Sebagai makhluk sosial,
manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi yang memudahkan untuk
berinteraksi antara satu sama lain. Bahasa menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer; digunakan oleh anggota
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.
Sedangkan Chaer (2002:30) berpendapat bahwa bahasa adalah alat verbal yang
digunakan untuk berkomunikasi. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya –
semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya.
Selain sebagai alat
komunikasi, bahasa juga sebagai alat untuk mengekspresikan jiwa, perasaan,
gagasan, ide, dan emosi manusia. Biasanya, cara manusia untuk menyampaikan
perasaan akan menggunakan kata-kata yang indah seperti puisi, syair, hingga
lagu. Lagu menurut KBBI adalah ragam suara yang berirama (dalam bercakap,
bernyanyi, membaca, dsb) yang diiringi oleh instrumen musik sehingga
menghasilkan suara yang harmonis.
Musik adalah suatu karya seni yang digemari dari kalangan tua hingga muda. Pelbagai genre menghiasi perkembangan musik di setiap zamannya seperti rock, metal, jazz, pop, punk, folk, dan masih banyak lagi. Seiring perkembangan zaman dengan diimbangi banyaknya genre musik, musik menjelma menjadi kebutuhan atau mungkin sudah melekat dalam kehidupan sehingga melahirkan band-band baru yang ingin menyuguhkan karyanya untuk didengarkan oleh khalayak ramai – khususnya di tanah air, salah satunya: Polka Wars.
Baca juga: Cerpen Teladan Sebuah Pengorbanan
pamityang2an.com
Polka Wars adalah grup musik yang mengusung genre indie rock asal Jakarta, Indonesia. Band yang sudah berumur satu dekade tersebut digawangi oleh Karaeng Adji (gitar, dan vokal), Billy Saleh (gitar), Xandega Tahajuansyah (bass), dan Giovanni Rahmadeva (drum) hingga pengunduran diri sang gitaris, Billy Saleh, pada tahun 2020. Selama malang melintang di industri musik, Polka Wars sudah melahirkan dua album: Axis Mundi (2015) & Bani Bumi (2019). Kedua album tersebut memiliki perbedaan di setiap lagunya; Axis Mundi dengan delapan lagunya menggunakan full berbahasa inggris, sedangkan Bani Bumi menjadi pembeda dengan adanya bahasa ibu dalam 10 lagu dari 13 lagu. Single mereka yang berjudul “Rangkum” menjadi lagu yang sering diputar di spotify dan disusul dengan lagu “Mandiri” dari album Bani Bumi. Meski dua lagu tersebut banyak didengar, penulis akan menganalisis lagu yang terdapat dalam album Bani Bumi yang berjudul “Bunga”. Ada pun lirik lagu tersebut sebagai berikut.
Terlelap dia mendayu
Petualang pun merayuku
Tenggelam ku tersapu
Oh Dinda, tak kuasa diriku
Membawa amanahnya
Sebab ku bertapa
Bahagia tak bertanya
Bunga
Ku bertanya
Dimana dia berada
Bawa jiwaku
Bunga
Ku bertanya
Gulana,dia melangkah
Di nadiku
Destruksi kian meramu
Tamasya nur kalbuku
Melintas
Sabar pun tak sapa
Bahagia tak bertanya
Bunga
Ku bertanya
Dimana dia berada
Sepi hariku
Bunga
Ku bertanya
Gulita bersemayam
Di nadiku
Di hatiku
Bentang, ribu mega menghalang
Meronta
Apakah ku hanya sisaan arang?
Menangkan
Jiwa raga
Purna batiku'kan kuasa
Oh sukma paripurna
Rekah bunga
Hina ku pun tertawa
Meraba dan terbawa
Canda nirtawa
Rekah bunga
Dimana kau berada
Pualam tapak surga
Jauh nirwana
Jauh disana
Ku jelma
Rekah bunga
Musisi mengekspresikan perasaan, pesan, dan imajinasinya dengan menulis sebuah lirik. Dengan menulis, seseorang bisa mencurahkan seluruh isi hatinya yang tidak bisa atau tidak berani disampaikan langsung karena tulisan adalah bentuk keabadian yang nyata. Lirik menurut KBBI adalah susunan kata sebuah nyanyian.
Baca Juga: Mischief Denim Combat, Wadah bagi Pecinta Denim untuk Berkompetisi
KAJIAN SEMANTIK
Lagu-lagu yang dinyanyikan oleh si musisi mempunyai pesan di setiap liriknya. Lirik demi lirik yang ditulis memiliki makna atau arti tersendiri secara tersurat maupun tersirat. Penulisan lirik tidak lepas dari sebuah bahasa. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan pelbagai pendekatan untuk mengkajinya – salah satunya dengan pendekatan makna atau semantik. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani “semainen” yang artinya tanda atau lambang (sign). Menurut Lyon (1971:1) menjelaskan pada umumnya diartikan sebagai suatu studi tentang makna. Dengan demikian, semantik adalah kajian linguistik yang mempelajari tentang makna atau arti juga tanda-tanda yang ditandainya.
Selain memiliki makna dalam lirik lagu, terkadang penyanyi atau pendengar tidak sadar bahwa seringkali di setiap lagunya mempergunakan gaya bahasa yang membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Gaya bahasa atau majas adalah cara pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa kepribadian penulis atau pemakai bahasa (Dale, 1997:220; Guntur Tarigan, 2009:4). Gaya bahasa mempunyai empat macam yakni: perbandingann, pertentangan, pertautan, dan pengulangan. Perbandingan meliputi simile; metafora; personifikasi; alegori; dll, pertentangan meliputi hiperbola; litoles; ironi; satir; dll, pertautan meliputi metonimia; sinekdole; eufimisme; dll, dan pengulangan meliputi aliterasi; asonasi; anafora; dll.
Terlelap dia mendayu
Petualang pun merayuku
Tenggelam ku tersapu
Dalam bait pertama menggunakan majas asonansi. Sebelumnya, asonansi adalah sejenis gaya bahasa perulangan vokal pada suatu kata atau beberapa kata sehingga digunakan untuk mendapatkan efek penekanan. Perulangan dalam bait tersebut adalah huruf “u” pada akhir kalimat dalam kata mendayu, merayuku,dan tersapu.
Oh Dinda, tak kuasa diriku
Membawa amanahnya
Sebab ku bertapa
Bahagia tak bertanya
Dalam bait kedua menggunakan majas apostrof dan antitesis. Sebelumnya, apostrof adalah pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir dengan tujuan lebih menarik atau memberi nuansa lain. Apostrof dalam bait kedua terdapat pada baris kesatu dan kedua adalah penulisan dalam kalimat “Oh Dinda” seumpama sesesorang yang tidak bisa menjaga amanahnya untuk menjaga sesuatu dan mengadu pada seseorang yang tampak tak hadir.
Antitesis adalah majas yang sengaja mengadakan komparasi (perbandingan) antonim – gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan. Antitesis terdapat dalam baris ketiga dan kempat tersebut memilik bertentangan dalam melakukan bertapa. Meski bertapa adalah suatu kegiatan spiritual yang fokus tanpa melakukan apa-apa; mungkin membosankan, tapi seseorang akan menemukan kebahagiaan tersendiri karena tidak ada yang mengganggu dalam perjalanan spiritualnya untuk mencari sebuah jawaban.
Bunga
Ku bertanya
Dimana dia berada
Bawa jiwaku
Dalam bait ketiga menggunakan majas personifikasi. Sebelumnya, personifikasi adalah pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia. Personifikasi dalam bait tersebut adalah seseorang yang bertanya pada “Bunga” sebagai sesuatu selain manusia untuk mengetahui keberadaan sesuatu tersebut.
Bunga
Ku bertanya
Gulana,dia melangkah
Di nadiku
Dalam bait keempat menggunakan majas personifikasi. Personifikasi dalam bait tersebut; selain baris kesatu dan kedua, baris ketiga dan keempat dalam kata gulana (sebagai sesuatu yang bukan manusia) mencoba melangkah (perilaku manusia) masuk ke dalam organ tubuh.
Destruksi kian meramu
Tamasya nur kalbuku
Melintas
Dalam bait kelima menggunakan majas metafora. Sebelumnya, metafora adalah majas dengan pemakaian kata-kata yang memiliki arti lain, tetapi merupakan lukisan yang didasarkan persamaan atau perbandingan – menimbulkan penambahan kekuatan dalam suatu kalimat. Metafora terdapat pada baris kesatu dan kedua pada kata destrusksi; kata lain dari penghancuran, meramu; kata lain dari meracik, tamasya; kata lain untuk perjalanan menikmati pemandangan, nur; kata lain untuk cahaya, dan kalbu; kata lain dari hati.
Sabar pun tak sapa
Bahagia tak bertanya
Dalam bait keenam menggunakan majas personifikasi. Personifikasi terdapat pada kata sabar dan bahagia; merupakan wujud yang abstrak – secara tidak langsung mencoba berdiam diri dengan tidak menyapa layaknya manusia dan tidak mempedulikannya.
Bunga
Ku bertanya
Dimana dia berada
Sepi hariku
Dalam bait ketujuh menggunakan majas personifikasi. Personifikasi dalam bait tersebut adalah seseorang yang bertanya pada “Bunga” sebagai sesuatu selain manusia untuk mengetahui keberadaan seseorang.
Bunga
Ku bertanya
Gulita bersemayam
Di nadiku
Di hatiku
Dalam bait kedelapan menggunakan majas personifikasi. Personifikasi dalam bait tersebut; selain baris kesatu dan kedua, baris ketiga dan keempat dalam kata gulita (sebagai sesuatu yang bukan manusia) yang bersemayam (perilaku manusia) dalam organ tubuh.
Bentang, ribu mega menghalang
Meronta
Apakah ku hanya sisaan arang?
Menangkan
Jiwa raga
Purna batiku'kan kuasa
Oh sukma paripurna
Dalam bait kesembilan, baris pertama, menggunakan majas hiperbola. Sebelumnya, hiperbola adalah majas yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan baik jumlah, ukuran, ataupun sifatnya dengan tujuan untuk menekan, memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Hiperbola terdapat pada kalimat “ribu mega menghalang”, awan-awan mencoba menghalangi perjalanannya dalam mencari sesuatu terkesan tidak masuk akal dan terlalu berlebihan.
Dalam baris ketiga menggunakan majas erotesis. Sebelumnya, merupakan majas yang mengungkapkan sesuatu dalam bentuk pertanyaan yang tidak menuntut atau memerlukan suatu jawaban. Dari liriknya mungkin saja dia hanya bergumam apakah dirinya pantas sebagai sisaan arang dalam kehidupannya.
Baris keempat sampai ketujuh menggunakan majas klimaks. Sebelumya, klimaks merupakan gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan atau makin meningkat kepentingannya dari gagasan atau ungkapan sebelumnya. Kata menangkan mendapat penekanan dan meningkat menjadi; jiwa yang telah didapatkan lagi; kesempurnaan hatinya telah dikuasai; dan jiwa telah utuh sempurna.
Rekah bunga
Hina ku pun tertawa
Meraba dan terbawa
Canda nirtawa
Dalam bait kesepuluh menggunakan majas asonansi. Perulangan dalam bait tersebut adalah terdapat pada suku kata [wa] dalam kata tertawa, terbawa, dan nirtawa di akhir baris kedua sampai keeempat.
Rekah bunga
Dimana kau berada
Pualam tapak surga
Jauh nirwana
Jauh disana
Dalam bait kesebelas menggunakan majas metafora. Majas metafora terdapat pada baris ketiga dan keempat – setiap kata dalam baris tersebut memeliki arti lain seperti kata pualam; marmer, tapak; jejak, dan nirwana: surga.
Ku jelma
Rekah bunga
Dalam bait terakhir menggunakan majas depersonifikasi. Sebelumnya, depersonifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat suatu benda tak bernyawa pada manusia atau insan. Depersonifikasi-nya adalah ku jelma (sesuatu yang bernyawa) menjadi sebuah rekah bunga (sifat suatu benda).
Untuk mendengarkan lagunya, sila klik di sini.
Rasa penasaran si penulis dengan gaya bahasa dalam lagu ini akhirnya terjawab, tapi tadi memungkinkan bilamana masih ada kesalahan atau kekurangan dalam mengkajinya. Dengan demikian, penulis sangat merespon jika pembaca mau menyampaikan saran dan kritik di kolom komentar.
TERIMA KASIH. SEMOGA BERMANFAAT!
ARIF SYAMSUL MA’ARIF
PENDIDIKAN BAHASA DAN SATRA INDONESIA
🤞
BalasHapus