TELADAN SEBUAH PENGORBANAN
oleh : Sidiq Maulana
Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran 2019
Memandangi semburat
indah langit subuh menjelang terbit fajar. Seperti biasa, Iman bersiap untuk
pergi ke sekolah.”Bu, Iman berangkat dulu” pamit Iman pada Bu Nurul, ibunya.
Iman merupakan siswa salah satu SMA Negeri di Kota Bandung. Ibunya bekerja
mengurus rumah tangga dan ayahnya, Andi adalah pegawai bank. Di sekolah, ia
terkenal sebagai anak yang pintar. Banyak sekali prestasi yang sudah Ia raih,
baik sebagai juara kelas maupun juara angkatan. Belum lagi prestasi dibidang
olimpiade dan bidang ekstrakurikuler. Selain itu, Ia dikenal sebagai anak yang
shaleh dan dan seorang “genius social” atau anak yang pandai bergaul.
Tak lama kemudian Ia
sampai di sekolah. Ia memarkirkan sepeda di tempat biasanya, yaitu dibawah
pohon. Ia pun bergegas pergi ke kelas. Belum sempat Ia menarik napas, Ia sudah
dihadang oleh Aldo yang langsung mengangkat bajunya, terlihat seperti di adegan
Karate Kid.
“Hei,kamu jangan sok cari muka di depan guru!” ucap Aldo mengancam.
“Sabar dulu, kamu salah paham.” Jawab Iman tenang.
“Jangan banyak omong!” bentak Aldo sambil memukul Iman
Seketika Iman
tersungkur. Tak lama kemudian datang dua temannya, Rivan dan Samsul memisahkan
dan menolong Iman.
“Sudah Aldo, kamu ini selalu saja sentimen pada Iman.” Ucap Rivan
“Awas kau ya Iman, kita belum selesai.” Ancam Aldo
Akhirnya Rivan dan Samsul membopong Iman ke ruang UKS. Mereka
membaringkan Iman di ranjang dan memanggil anak PMR untuk menolong Iman.
Setelah itu, merekapun pergi ke kelas karena harus mengikuti pelajaran.
“ Man, kami tinggal dulu ya. Nanti jam istirahat kami datang lagi.”
Ucap Rivan
“ Iya Van, tolong bilangin ke Bu Indri aku izin ga ikut pelajaran
Bahasa Inggris karena sakit.” Jawab Iman sambil meringis.
“ Man, kamu ini baik banget. Sudah dipukul tapi masih melindungi Aldo,
ya sudah nanti Aku sampaikan.” Jawab Rivan
Rivan dan Samsul pun pergi ke kelas. Seperti biasa, Bu Indri pun
memulai pelajaran dengan mengabsen siswa
di kelas. Ketika sampai mengabsen nama Iman, Bu Indri pun menanyakan kemana
perginya Iman. Aldo pun seketika terlihat gugup takut perbuatannya diketahui
oleh Bu Indri.
“ Ada yang tau Iman pergi kemana?” tanya Bu Indri.
“ Iman sakit Bu, dia ada di UKS.” Jawab Samsul.
“ Sakit apa Iman? Tak biasanya Ia sakit.” Tanya Bu Indri heran.
“ Dia tadi jatuh di tangga Bu, jadi kepalanya sedikit memar.” Jawab
Samsul berbohong untuk melindungi Aldo.
“ Oh baiklah, semoga Dia cepat sembuh.” Jawab Bu Indri.
Bu Indri pun melanjutkan memberi materi pelajaran. Pelajaran Bu Indri
berlangsung selama empat jam pelajaran hingga jam istirahat. Tak lama kemudian
bel istirahat pun berbunyi. Siswa di kelas XI IPS 1 pun berbondong-bondong
pergi ke UKS untuk melihat kondisi Iman. Kecuali Aldo dan teman-teman genk-nya Rizki dan Haidar.
“ Iman kamu nggak apa-apa kan?” Tanya Fani khawatir.
“ Ngga kok, aku nggak apa-apa, cuma lebam sedikit.” Jawab Iman
meyakinkan.
“ Syukurlah kalo kamu nggak apa-apa. Kami tadi sekelas khawatir.” Jawab
Fani lega.
“ Eh tapi tunggu. Kamu pasti bukan jatuh ya. Pasti gara-gara Aldo ya?”
tanya Irham menyelidik.
“ Iya, tapi sudahlah tak perlu diperpanjang.” Jawab Iman.
“ Bener kan, ngga ada kapoknya tuh anak. Sudah biar aku sikat saja!”
jawab Irham marah.
“ Sudahlah tak usah, bukankah sebagai seorang Muslim kita tak diajarkan
untuk balas dendam?” Tanya Iman.
“ Tapi dia sudah keterlaluan. Aku kasihan padamu.” Jawab Irham.
“ Sudah, aku tak apa-apa kok.” Jawab Iman menenangkan.
Aldo memang terkenal sebagai anak yang berperangai buruk. Ia selalu iri
atas apa yang dicapai orang lain. Ia akan menghalalkan segala cara untuk
mengalahkan orang yang melebihi dirinya, terutama di bidang pelajaran. Itu
sebabnya ia sangat memusuhi Iman dan berusaha sekuat mungkin untuk mengalahkan
Iman.
Hari pun berakhir,
semua siswa di sekolah pun mulai beranjak pulang. Iman pun pulang sendiri
menaiki sepeda karena Ia sudah sanggup untuk berdiri lagi setelah sempat pusing
karena pukulan Aldo tadi. Tak lama kemudian, Ia pun sampai di rumah. Ibunya
khawatir dan menanyakan mengapa kepalanya lebam.
“ Nak, apa yang terjadi? Mengapa kepalamu lebam?” tanya Ibunya
khawatir.
“ Tak apa apa Bu, Iman Cuma jatuh tadi di tangga.”
“ Oh, ya sudah sekarang ganti baju, makan, shalat kemudian kamu
istirahat ya nak.” Jawab Ibunya.
“ Baik Bu.” Jawab Iman.
Iman pun kemudian makan sore. Setelah itu, Ia pergi ke masjid untuk
Shalat Maghrib, kemudian mengaji sampai Isya dan setelah itu Ia pulang dan
beristirahat.
Keesokan harinya,
seperti biasa Iman pun pergi ke sekolah. Ia pergi menaiki sepeda diiringi
burung-burung yang menyanyi seakan menghiburnya. Tak lama kemudian, Ia sampai
di sekolah. Hari ini adalah hari Selasa, yang tak lain adalah jadwal ulangan
pelajaran Sosiologi yang diajar oleh Pak Agus. Ulangan ini sangat krusial bagi
Aldo, karena merupakan ulangan terakhir sebelum UAS. Jika nilainya lebih besar
dari Iman, maka bisa dipastikan Ia akan meraih predikat Ranking 1. Tak lama kemudian ia sampai di kelas. Suasana
kelas masih sepi karena memang waktu baru menunjukkan pukul 06.05 WIB. Baru
Aldo yang sudah datang. Ia pun pergi menghampiri tempat duduk Iman.
“ Iman, kau lihat nilaiku akan lebih besar darimu. Dan kau tdiak akan
menjadi Ranking 1 lagi!” Jawab Aldo sembari tertawa jahat.
“ Syukurlah kalo begitu. Kau sangat bersemangat. Semoga harapanmu
terwujud.” Jawab Iman tenang dengan tersenyum.
Haripun berjalan cepat, tak terasa pelajaran Sosiologi yang merupakan
pelajaran terakhir pun tiba. Pak Agus pun kemudian membagikan soal ulangan PG
berjumlah 40 soal. Siswa diberi waktu 120 menit untuk mengerjakannya. Seperti
biasa, Aldo menyontek jawaban melalui smartphone-nya.
Setelah itu, hasil ulangan diperiksa hari itu juga dan hasilnya diumumkan.
Namun tanpa diduga, nilai Iman lebih besar dibanding Aldo. Iman meraih nilai
95, jauh dibanding Aldo yang meraih nilai 80. Seketika Aldo pun pergi berlari
keluar kelas, tepat saat bel jam terakhir berbunyi. Iman yang merasa bersalah
pergi menyusul Aldo. Ia melihat Aldo menjambak rambutnya sendiri.
“ Aldo, sudah hentikan. Tenangkan dirimu, ini sudah takdir” Jawab Iman
menenangkan.
“ Ini semua salahmu, salah Allah juga. Kalau bukan karena kalian aku
sudah meraih Ranking 1 !
“ Astagfirullah Aldo, Istighfar! Kamu tak boleh berburuk sangka pada
Allah. Lebih baik kamu pergi shalat dan tenangkan dirimu.” Jawab Iman genetar
“ Sudahlah, pergi Iman jauhi Aku!” bentak Aldo sambil berlari ke arah
jalan.
Tak disangka ketika Aldo hendak menyeberang, ada mobil berkecepatan
tinggi dari arah berlawanan. Seketika Iman menyelamatkan Aldo.
“ Aldo, awas ada mobil!” teriak Iman sembari melompat menabrak Aldo.
Aldo kemudian terselamatkan ke pinggir jalan namun ia pingsan dan
matanya mengenai separator jalan. Sementara Iman, kepalanya terbentur aspal dan
mengalami pendarahan hebat, begitupun kakinya.
Akhirnya merekapun
dibawa ke rumah sakit yang sama oleh warga. Keduanya sama-sama dalam keadaan
kritis. Wargapun langsung menghubungi orangtua Iman mengabarkan tentang
kejadian ini.
“ Pak, tolong sgera ke rumah sakit. Anak Bapak kecelakaan!” ucap warga
tergesa-gesa.
“ Innalillahi! Baik Pak.” Jawab Ayah Iman lemas.
Seketika Ibu dan Ayah Iman tiba di rumah sakit. Dokter memberitahukan
bahwa keadaan Iman kritis dan semakin memburuk. Kakinya pun harus diamputasi.
Sedangkan Aldo yang memang sudah tak memiliki orang tua karena broken home pun keadaannya memburuk. Ia terancam buta
permanen. Dokter pun membawa orang tua Iman ke ruangan tempat Iman dirawat.
Iman sempat tersadar ketika orang tuanya datang.
“ Ibu, aku dimana?” Tanya Iman lemas.
“ Kau di rumah sakit nak.” Jawab Ibunya sembari menangis.
“ Bagaimana kondisiku? Dan bagaiamana kondisi Aldo?” jawab Iman
khawatir.
“ Kondisimu menghawatirkan Nak, ada pendarahan di kepalamu dan kakimu
harus diamputasi. Dokter bilang harapan hidupmu hanya tinggal sebentar.
Sementara Aldo, dia terancam buta permanen!” Jawab Ayahnya lemas mewakili
Ibunya yang sudah tak sanggup berkata-kata lagi.
“ Kalau begitu Ayah, aku punya satu permintaan terakhir. Tolong berikan
mataku ini kepada Aldo agar Ia bisa melihat lagi.”
“ Ttt…tapi Nak?” jawab Ayahnya tegang.
“ Sudahlah Ayah, biarkan mata ini bermanfaat bagi orang lain. Aku akan
diberi mata yang lebih indah oleh Allah di surga. Jangan lupa juga berikan
suratku untuk Aldo Ayah.” Jawab Iman tegar.
“ Baiklah anakku.” Jawab Ayahnya sembari menangis dan memeluk Iman
bersama Ibunya.
Dokter pun akhirnya memberi pensil dan kertas untuk Iman menulis pesan
terakhirnya pada Aldo. Setelah itu, Iman pun dioperasi dan diambil matanya.
Selang 2 jam kemudian, Iman wafat di usia 17 tahun. Ia dikuburkan pada hari itu
juga.
Keesokan harinya, mata
Iman sudah dicangkokkan kepada Aldo. Aldo pun kemudian tersadar. Ia pun
kemudian bertanya kepada Ayah dan Ibu Iman.
“ Bu, saya ada dimana?Iman dimana Bu?”
“ Kamu ada di rumah sakit. Iman
sedang pergi. Ia menitipkan surat untukmu.” Jawab Ibu Iman tegar.
Aldo pun membaca surat dari Iman. Begini isinya :
Assalamualaikum Aldo. Senang rasanya kamu sudah bisa membaca surat ini.
Itu artinya kamu sudah bisa melihat lagi indahnya dunia. Oh iya Aldo, jika kamu
bertanya aku pergi kemana, aku sudah pergi pulang menemui Pencipta-ku. Aku
sudah rindu kepada-Nya. Dan kutitipkan mataku untukmu agar mataku lebih
bermanfaat. Sekarang kamu tak perlu
khawatir lagi, Tak akan ada lagi orang
yang menghalangimu meraih juara kelas. Tak akan ada lagi orang yang membuatmu
iri. Kamu pun tak perlu khawatir soal masa lalu kita, aku sudah memaafkanmu.
Terimakasih Aldo, kamu telah mengajarkanku apa artinya keimanan, kesabaran,
sikap perilaku dan arti sebuah pengorbanan. Karena agama kita selalu mengajarkan
jadilah orang yang bermanfaat bagi orang lain, dan juga menyelamatkan satu
nyawa manusia sama dengan menyelamatkan nyawa semua manusia..Ya! aku telah
mempraketekkannya! Kau telah mengajarkanku tentang teladan sebuah pengorbanan!
Kau telah menjadikanku Muslim yang baik. Terima Kasih Aldo. Terakhir tugasku,
aku titip padamu jadilah Muslim yang baik. Taatilah agama, jauhkanlah dirimu
dari sikap yang buruk dan jadilah anak yang berprestasi. Jadilah cahaya yang
menerangi orang disekitarmu. Aku titipkan mataku padamu, jaga baik-baik ya..
Wassalamualaikum.
“ Apa yang aku lakukan!” ucap Aldo sembari menangis sejadi-jadinya.Ia
sangat menyesal atas apa yang telah diperbuatnya. Keesokan harinya Ia langsung
melayat ke kuburan Iman.
Sebulan Kemudian,Aldo
pergi lagi ke kuburan Iman. Ia bercurhat kepada Iman.
“ Iman, terima kasih ya kamu telah mempercayakan matamu untuk aku jaga.
Aku pasti menjaganya dengan baik. Oh iya, aku juga sudah melaksanakan amanatmu.
Sekarang aku jadi rajin shalat, dan tebak sekarang aku menjadi Ranking 1! Terima Kasih atas pelajaran tentang teladan
sebuah pengorbanan yang telah mengubah hidupku.” Ucap Aldo. Kemudian Ia pun
pergi menjalani sisa umurnya, melaksanakan amanat yang Iman berikan.
Komentar
Posting Komentar