CINTA DAN ALAM DALAM PUISI SOE HOK
GIE YANG BERJUDUL CAHAYA BULAN: TINJAUAN STRUKTURALISME SASTRA
Arif Syamsul Ma’Arif, 185030086, Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Pasundan, Bandung, 2018
Email: arifanami26@gmail.com
Abstrak
Di tengah berbagai puisi tentang nasionalisme, Gie juga dihadapkan pada
situasi yang dinamakan cinta kepada perempuan, meskipun kisah percintaan Gie
dapat dikatakakan tragis. Kisah cinta Gie juga dapat disandingkan dengan
kecintaannya terhadap alam, khususnya lembah Mandalawangi. Dalam puisi “Cahaya
Bulan” karya Soe Hok Gie tersebut membahas tentang cintanya terhadap alam akan
keindahan lembah Mandalawangi di gunung Pangrango dan perempuan. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan strukturalisme karena puisi ini membahas tentang
struktur yang ada dalam karya sastra itu sendiri. Oleh karena itu
penulis akan memaparkan puisi “Cahaya Bulan” karya Soe Hok Gie.
Kata kunci : cinta,
perempuan, alam, dan lembah Mandalawangi.
1. PENDAHULUAN
Karya Sastra
Menurut
pendapat penulis karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan
komunikatif tentang maksud penulis dengan tujuan estetika. Karya-karya ini
sering menceritakan sebuah kisah, baik dalam atau ketiga orang pertama, dengan
atau dan melalui penggunaan berbagai perangkat sastra yang terkait dengan waktu
mereka.
Karya sastra
adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium.Bahasa itu sendiri
merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan
itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Sapardi (1979: 1)
Puisi
Menurut penulis puisi adalah ungkapan perasaan
seseorang yang ditulis dengan indah, menarik, dan mengandung makna yang luas.
Puisi ditulis dengan memperhatikan unsur-unsur puisi agar penulisan menjadi
indah dan bermakna.
Kata puisi berasal dari bahasa Yunani “poesis” yang berarti penciptaan.
Dalam bahasa inggris di sebut “poetry” artinya puisi, poet artinya penyair,
poem berarti syair atau sajak. Arti yang semacam ini lama-kelamaan
dipersempit ruang lingkupnya menjadi “ hasil seni sastra yang kata-katanya
disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama sajak dan kata-kata
kiasan. Tarigan (1984: 4).
Strukturalisme
Strukturalisme
berasumsi berbagai aktivitas sosial dan hasilnya dapat kita pahami sebagaimana
kita memahami bahasa, sehingga struktur bahasa merupakan struktur model untuk
memahami dunia sosial budaya manusia. Kehadiran karya sastra hanya patut
dipahami pada dirinya sendiri tanpa ada hubungan dari kelompok lain. Kelemahan
dari analisis strukturalisme adalah hanya memandang karya sastra sebagai dunia
yang otonom, mengatur diri sendiri. Selain itu juga mengasingkan karya sastra
dari rangka sosial budaya, strukturalisme tidak mampu mengungkap makna secara
mendalam
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi,
meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1)
Tema/makna (sense);
media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan
makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun
makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling)
yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang
sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis
kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis
dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan
dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih
kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak
bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang
terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone)
yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan
tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte,
bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah
begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah
pembaca.
(4)
Amanat/tujuan/maksud (itention)
sadar maupun tidak, ada
tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari
sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai
berikut.:
a.
Perwajahan
puisi (tipografi)
yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi
kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat
menentukan pemaknaan terhadap puisi.
b. Diksi
yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin.
Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi,
dan urutan kata.
c.
Imaji
yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan
imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca
seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
d. Kata
kongkret
yaitu kata yang dapat
ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini
berhubungan dengan kiasan atau lambang.Misal kata kongkret “salju: melambangkan
kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat
melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan.
e.
Bahasa
figuratif
yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif
menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya
akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun
macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi,
sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks,
antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
f.
Versifikasi
yaitu menyangkut rima,
ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal,
tengah, dan akhir baris puisi.
2.
PEMBAHASAN
Cahaya bulan
- Soe Hok Gie
akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih selembut dahulu
memintaku minum susu dan tidur yang lelap
sambil membenarkan letak leher kemejaku
kabut tipispun turun pelan-pelan di lembah kasih
lembah Mandalawangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang
menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin
apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika kudekap, kau dekaplah lebih mesra
lebih dekat
apakah kau masih akan berkata
ku dengar detak jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta
cahaya bulan menusukku
dengan ribuan pertanyaan
yang takkan pernah ku tahu
dimana jawaban itu
bagai letusan berapi
bangunkan ku dari mimpi
sudah waktunya berdiri
mencari jawaban kegelisahan hati
Struktur
Batin
A. Tema
Tema
di dalam puisi ‘Cahaya Bulan’ karya Soe Hok Gie yaitu tema cinta dan alam,
karena menceritakan kecintaan terhadap alam sang penyair yang kemugkinan besar
juga disandingkan dengan kisah cinta terhadap perempuan yang mempunyai hubungan
khusus dengannya.
B. Perasaan
(Feeling)
Di
dalam puisi ‘Cahaya Bulan’ karya Soe Hok Gie perasaannya yaitu perasaan
ketegaran hati Soe Hok Gie dalam menjalani kisah cintanya. Hampir tidak ada
tanda-tanda bagaimana ia hilang semangat. Pupusnya kisah cinta tidak membuatnya
terjebak pada penolakan itu sendiri. Life
must go on. Perasaan cinta terhadap alam seperti mempunyai hubungan yang
intim tersendiri dengan Mandala Wangi di Pangrango, Gunung Gede. Gie seperti menelanjangi
diri di alam Pangrango untuk mencurahakan seluruh keluh kesahnya.
C.
Nada
dan Suasana
Nada
di dalam puisi ‘Cahaya Bulan’ karya Soe Hok Gie penulis berpendapat bahwa puisi
tersebut nada yang begitu lembut untuk dicerna nalar dan telinga. Sebab penyair
begitu tenang dalam mengemukakan bagaimana pengalaman ketenangan saat berkarya
di lembah Mandalawangi.
Suasana
di dalam puisi ‘Cahaya Bulan’ karya Soe Hok Gie mungkin lahir ketika Gie benar
benar larut dalam buaian sunyi yang secara diam diam menjamahnya dan
mengajaknya ‘bersenggama tentang banyak hal’. Memang menyenangkan ketika kita
merasakan hal tersebut terjadi pada diri kita sendiri. Akan tetapi Gie seperti
menelanjangi diri di alam Pangrango untuk mencurahakan seluruh keluh keluh
kesahnya.
D.
Amanat
Setelah
memahami tentang tema, nada,dan perasaan yang terdapat dalam puisi tersebut,
penulis menyimpulkan bahwa pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam
puisinya adalah tentang ketegaran dan kecintaan. penyair ingin mengamanatkan
bahwa kita harus bersabar dalam menghadapi masalah, sebab kita harus menerima
setiap keputusan dengan tegar dan jangan hilang semangat untuk selanjutnya
serta kecintaan terhadap suatu alam yang memberikan sifat ketenangan untuk
membuat suatu karya sastra.
STRUKTUR FISIK PUISI
A.
Diksi
(pemilihan kata)
Di
dalam puisi ‘Cahaya Bulan’ karya Soe Hok Gie diksi atau pemilihan kata
menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pembaca dengan kalimat kalimat
yang begitu ‘rapih untuk dibaca’ yang mengalir seperti sebuah arus yang menuju
muara.
B.
Pengimajian
Pengimajian di dalam puisi ‘Cahaya
Bulan’ karya Soe Hok Gie yaitu sebagai berikut:
akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
(imaji taktil)
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui (imaji
taktil)
apakah kau masih selembut dahulu (imaji taktil)
memintaku minum susu dan tidur yang lelap (imaji
visual)
sambil membenarkan letak leher kemejaku (imaji visual)
kabut tipispun turun pelan-pelan di lembah kasih (imaji visual)
lembah Mandalawangi (imaji visual)
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang
menjadi suram (imaji visual)
meresapi belaian angin yang menjadi dingin (imaji
taktil)
apakah kau masih membelaiku semesra dahulu (imaji taktil)
ketika kudekap, kau dekaplah lebih mesra (imaji
taktil)
lebih dekat (imaji taktil)
apakah kau masih akan berkata (imaji auditif)
ku dengar detak jantungmu (imaji auditif)
kita begitu berbeda dalam semua (imaji visual)
kecuali dalam cinta (imaji taktil)
cahaya bulan menusukku (imaji taktil)
dengan ribuan pertanyaan (imaji auditif)
yang takkan pernah ku tahu (imaji taktil)
dimana jawaban itu (imaji auditif)
bagai letusan berapi (imaji auditif)
bangunkan ku dari mimpi (imaji auditif)
sudah waktunya berdiri (imaji taktil)
mencari jawaban kegelisahan hati (imaji taktil)
C. Kata kongkret
Di dalam puisi ‘Cahaya Bulan’ karya Soe
Hok Gie pemilihan
kata yang tepat dalam puisi di atas sehingga kesesuaian antara kata-kata dan
makna dapat ditemukan oleh pembaca
D. Bahasa Figuratif
Di
dalam puisi ‘Cahaya Bulan’ karya Soe Hok Gie menggunakan majas hiperbola yakni
kiasan yang berlebih-lebihan. Misalnya dalam bait pertama dan kedua.
“Akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa Pada suatu ketika yang
telah lama kita ketahui”
E. Rima dan
Ritma
Rima dalam puisi ‘Cahaya Bulan’ karya Soe
Hok Gie adalah sebagai berikut:
akhirnya
semua akan tiba pada suatu hari yang biasa (pengulangan bunyi fonem /a/)
pada suatu
ketika yang telah lama kita ketahui (pengulangan bunyi fonem /a/ dan
/u/)
apakah kau
masih selembut dahulu (pengulangan bunyi fonem /a/ dan /u/)
memintaku
minum susu dan tidur yang lelap (pengulangan bunyi fonem /i/ dan
/u/)
sambil
membenarkan letak leher kemejaku (pengulangan bunyi fonem /a/ dan
/e/)
kabut tipispun turun pelan-pelan di lembah kasih (pengulangan bunyi fonem /a/ dan /u/)
lembah
Mandalawangi (pengulangan bunyi fonem /a/)
kau dan aku
tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
(pengulangan bunyi fonem /a/)
meresapi
belaian angin yang menjadi dingin (pengulangan bunyi fonem /a/, /i/,
dan /e/)
apakah kau masih membelaiku semesra dahulu (pengulangan bunyi fonem /a/)
ketika
kudekap, kau dekaplah lebih mesra (pengulangan bunyi fonem /e/)
lebih dekat (pengulangan
bunyi fonem /e/)
apakah kau
masih akan berkata (pengulangan bunyi fonem /a/)
ku dengar
detak jantungmu (pengulangan bunyi fonem /a/ dan /u/)
kita begitu
berbeda dalam semua (pengulangan bunyi fonem /a/)
kecuali
dalam cinta (pengulangan bunyi fonem /a/)
cahaya bulan menusukku (pengulangan bunyi fonem /a/ dan /u/)
dengan
ribuan pertanyaan (pengulangan bunyi fonem /a/)
yang takkan
pernah ku tahu (pengulangan bunyi fonem /a/)
dimana
jawaban itu (pengulangan bunyi fonem /a/)
bagai
letusan berapi (pengulangan bunyi fonem /a/)
bangunkan ku
dari mimpi (pengulangan bunyi fonem /a/ dan /i/)
sudah
waktunya berdiri (pengulangan bunyi fonem /a/)
mencari
jawaban kegelisahan hati (pengulangan bunyi fonem /a/)
Ritma
di dalam puisi ‘Cahaya Bulan’ karya Soe Hok Gie adalah jenis kata Pronomina
yang merupakan pengikat beberapa baris, sehingga baris-baris itu seolah
bergelombang menimbulkan ritma.
3.
PENUTUP
Dari
uraian diatas pelulis menarik kesimpulan pada puisi “Cahaya Bulan” karya Soe
Hok Gie dengan menggunakan pendekatan struktural dengan menganalisis karya
sastra yang ada didalam sebuah puisi itu sendiri dengan unsur fisik dan unsur
batin puisi. Tema pada puisi “Cahaya Bulan” karya Soe Hok Gie yaitu cinta dan
alam, perasaan yang diungkapkan adalah ketegaran dan perasaan,nada yang
digunakan adalah lembut, amanatnya adalah bahwa kita harus bersabar dalam
menghadapi masalah, sebab kita harus menerima setiap keputusan dengan tegar dan
jangan hilang semangat untuk selanjutnya, diksi yang digunakan adalah bahasa
sehari-hari yang mudah dimengerti, pengimajian yang digunakan adalah imaji
taktil dan imaji audif, bahasa figuratif yang digunakan adalah majas hiperbola
yang melebih-lebihkan, rimanya yaitu a, i, u, e, ritma yang digunakan adalah
jenis kata pronomina.
4.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahaya Bulan.(1969)
Online
Tersedia:
http://maibelopah.blogspot.com/2013/01/puisi-cahaya-bulan-soe-hok-gie.html
[ di akses 14 Desember 2018 ]
Komentar
Posting Komentar