supermusic.id |
1 tahun telah berlalu
dan pandemi masih saja belum usai. Tidak terasa sebentar lagi tahun 2021 akan
segera berakhir. Kalian sudah melakukan apa saja selama pandemi ini? Ah,
mungkin sama seperti saya – sekolah/kuliah, nongkrong, meningkatkan soft skill, dan bucin (khusus buat yang
punya saja, ya! HAHAHA).
Selama pandemi,
beberapa anak muda mulai melakukan kegiatan-kegiatan yang se-produktif mungkin
untuk menghilangkan kejenuhan. Saya pun selama pandemi ini terbilang menjadi
manusia produktif: ikut ini, ikut itu agar punya atau menambah pengalaman untuk
bekal nanti. Selain itu, dalam dunia permusikan, saya pun mulai mencoba
mendengarkan band-band baru di luar playlist
musik spotify-ku. Terkadang diri ini
merasa malu karena beberapa musik ini sudah ramai didengarkan oleh orang lain
sebelum pandemi. Tapi tak mengapa, tidak ada kata terlambat untuk melakukan
sesuatu yang baru, kan?
Kini playlist spotify-ku kian menambah dengan band-band baru yang telah kudengar.
Sering terbesit dalam benak saya “kenapa dulu gak pernah nonton live band ini, ya?”. Menyesal tidak ada
gunanya, kawan! Karena itu, saya ingin membagikan beberapa band yang saya
dengar selama pandemi ini – juga ingin sedikit bercerita. Apa sajakah band-nya?
Cek di bawah ini!
1. Sigmun
deathrockstar.com |
Setiap
mendengar kata Sigmun, pasti beberapa
dari kalian akan menjurus ke salah satu tokoh psikolog yang bernama Sigmund
Freud: seseorang yang mencetus aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu piskologi
– yang kental dengan teori seputar alam bawah sadar – yang mengendalikan
sebagian besar perilaku. Teori tokoh psikolog tersebut menjadi sebuah inspirasi
sehingga tercetuslah nama Sigmun yang
musik-musik enakeun-nya masih
didengar sampai kini.
Band
yang disemati “Psychedelic Rock” oleh
DCDC ini lahir di kota Bandung circa 2011 oleh sekumpulan anak FSRD ITB, yakni
Haikal (gitar/vokal), Jono (gitar), Mirfak (Bass), dan Tama (drum). Desas-desus
band Sigmun mulai terdengar saat
debut album Crimson Eyes terbit pada
November 2015 (Waw, sudah mau enam tahun). Siapa sangka, album tersebut masuk
dalam daftar 20 Album Indonesia terbaik versi Rolling Stone Indonesia.
Saya
akan mengamini jika dua lagu awal Sigmun yang
saya dengar: Devil in Disguise &
Ozymandias, menjadi alasan album ini masuk nominasi album terbaik. Pembuka
lagu Devil in Disguise membuat saya
kagum dengan lantunan gitar dan dentuman drumnya yang memberi kesan mistis –
ditambah dengan judul lagunya yang ada kata setan-setannya.
Merinding!
Tapi,
lagunya bukan membahas tentang setan, kok. Dilansir dari balebengong.id yang
mewawancari band Sigmun di tengah tur
album Crimson Eyes di Jawa-Bali, Jono
membeberkan jika lagu tersebut menceritakan tentang politik dan politikus.
Haikal juga menambahkan jika lagu tersebut berfokus ke struktur lagu daripada
makna dan temanya.
Lagu
Ozymandias menjadi penutup pada album
Crimson Eyes. Dentuman drum oleh Tama
di awal lagu seperti pertanda jika sudah berada pada penghujung acara dengan
suguhan musik yang memukau. Juga Jono yang bersolo gitar dengan Jamming di akhir lagu menunjukkan jika
album ini layak untuk didengar oleh orang-orang. Lagu tersebut terinspirasi
dari salah satu tokoh serial komik Watchmen dan sebuah puisi berjudul Ozymandias ciptaan Percy Bysshe Shelley,
seorang penyair dari Inggris.
2. Seringai
tagar.id |
Untuk
band yang satu ini, saya merasa kampungan
sekali karena baru mendengar lagu-lagunya pada saat pandemi – tidak dari dulu.
Apalagi pada saat itu, saya menghiraukan dan pulang saja saat band tersebut
menjadi penutup di acara Indie Blash
2019 di Bandung.
Saya
mulai tertarik dengan Seringai saat
kawan kerja saya membeli merchandise-nya
berupa baju. Artwork yang terbilang
keren membuat saya mencoba memutar lagunya ketika sedang mengerjakan tugas
kuliah. Dimulai dari urutan pertama dalam spotify,
muncullah lagu “Selamanya” yang merupakan lagu andalan dalam album Seperti Api;
yang lahir pada 2018. Distorsi gitar yang kental dari Ricky dan Suara khas Heavy Metal dari Arian diramu dan
menjadi padu sehingga melahirkan karya-karya yang ajib untuk didengarkan.
Apalagi,
dalam album Taring terdapat lagu yang
berjudul “Dilarang di Bandung”. Mengetahui lagu tersebut seperti “Edan. Lembur aing kasebut, euy!” Tapi, dibalik kebanggaan itu, terdapat
cerita kelam dalam lagu tersebut. Dilansir dari DCDC, Lagu ini tercipta atas keresahan
para musisi metal/komunitas underground
karena terberengusnya mereka untuk menyelenggarakan event-event di Bandung pada
saat itu. Penyebabnya adalah tragedi memilukan saat band Beside menggelar launching
album perdana mereka di Gedung Asia
Afrika Culture Center (AACC). Konser yang awalnya berjalan baik-baik saja,
tapi tiba-tiba menjadi sebuah musibah ditengah jalannya acara. Konser yang
tidak kondusif tersebut mengakibatkan 11 anak muda Bandung harus meregang nyawa
di tengah kerumunan pada 9 Februari 2008.
*Ngomong-ngomong tentang tragedi AACC, sebentar lagi akan keluar, nih, film yang menceritakan bagaimana kehidupan pasca tragedi tersebut. Kita tonton saja nanti di film "Galang".
3. Koil
wartakota.tribun |
Awalnya,
saya melihat postingan instagram mantan bos saya – yang dilihat dari caption-nya – telah menulis sebuah
jurnal “Ini Semua Hanyalah (Majalah) Fashion” sebagai bonus dalam peluncuran
seri installment terbarunya Koil yang
bertajuk “Second Installment” dalam
format kaset pita. Saya heran melihat ia begitu terkesima dan bangga telah
menulis bagian cerita dari Koil.
Tanpa basa-basi, saya langsung coba mendengarkan lagu-lagu dari band tersebut.
Saya
langsung tertuju pada album Blacklight
yang rilis pada tahun 2008. Beberapa lagu yang saya dengar terdapat pesan yang
memberitahukan bagaimana kondisi negara kita tercinta, khususnya dalam lagu:
Kenyataan dalam Dunia Fantasi & Sistem Kepemilikan. Apalagi penggalan lirik
dari lagu Sistem Kepemilikan, yakni “Ini
negara bodoh yang sangat aku bela”, menginterpretasikan jika kita ini masih
sayang dengan negara walau pemerintahannya terkadang banyak tingkah. HAHAHA.
Setelah
mendengarkan lagu-lagu tadi, lanjut disusul dengan lagu yang cukup santai dan
enak sembari mengerjakan tugas kuliah yang tidak ada hentinya maupun menemani
waktu santai. Ya, saya merekomendasikan lagu: Semoga Kau Sembuh Pt. 2 &
Suaramu Merdu. Lirik-lirik yang menyentuh ini seperti menjadi antitesis dari
lagu-lagu yang lain dalam album Blacklight.
Ada
kejadian yang unik selama mendengarkan lagu dari band ini. Setelah saya comeback bermain twitter lagi pada 2018,
saya nge-follow akun twitter @midiahn
yang selalu membagikan tweet-tweet
receh/lucu. Saya baru menyadari beberapa bulan kemarin kalau akun twitter
tersebut adalah kepunyaan dari si Otong Koil. Damn!
4. FSTVLST
spotify.com |
Band
Indie asal Yogyakarta ini menarik
perhatian saya untuk mendengarkan semua lagu-lagunya. Setelah mendengar
lagu-lagunya, menurut saya, lirik-lirik dalam setiap lagunya seperti tercipta
dari keresahan atas masalah-masalah yang terjadi saat itu.
“Tak setuju maka beda kubu. Tak sepaham
lantas baku hantam. Yang seiman saling menerakakan. Merekalah kerumunan yang lupa.
Bahwasanya aku, kau, mereka: sama”. Terlihat sekali jika penggalan lirik
dari lagu Orang-orang di Kerumunan ini seperti sebuah lingkaran atau blok yang
memliki paham yang sama dan menolak mentah-mentah orang yang berbeda dari
lingkaran mereka. Padahal, mereka semua ini, jika dilihat dari mata Tuhan
adalah semua sama. Farid Stevy dkk memang peka dengan kondisi yang terjadi saat
itu. Tcakep!
6. Polka Wars
ribun-timur |
Polka
Wars memiliki daya tarik tersendiri bagi saya dari setiap lagu-lagunya –
terutama dalam album Bani Bumi. Kata-kata metafora atau kiasan pada lirik-lirik
lagu bahasa Ibunya membuat tabungan kata saya menambah untuk diaplikasikan
dalam tulisan-tulisan saya yang telah dibuat. Contohnya dalam lagu Bunga,
Alkisah, Fatamorgana, Rimba, dan Suar.
Tapi,
cinta pertama dalam mendengarkan lagu Polka Wars saya adalah lagu Rangkum. Dari
pertama mendengar kaya “Njir, aing gak nemu makna dari liriknya, sih. Sulit banget!”. Tapi, saat menonton
video clip-nya di kanal You Tube, saya agak tertakjub dan kaget.
Bahwasanya pesan-pesan dari lirik tersebut adalah tentang seorang lelaki yang
kebingungan, kesepian, dan ingin pulang. Ya, maksud dari ingin pulang itu
adalah ingin pulang ke rumah Tuhan. Tragis...
Karena
tidak bisa menafsirkan secara total dalam lagu Rangkum, saya pun mencoba
membedah gaya bahasa yang terdapat dalam lagu Bunga. Jika ingin baca, sila klik
di sini.
Sebenarnya
masih banyak lagi band-band yang didengar selain yang di atas. Tapi, kelima
band tersebut cukup mendominasi dalam playlist
laguku. Apakah kalian mendengarkan lagu yang sama juga? Tulis di kolom
komentar, ya!
Terima kasih
Semoga bermanfaat!
Daftar
pustaka:
http://www.gilanada.com/membongkar-makna-kehidupan-di-balik-pesan-audiovisual/
https://bali.tribunnews.com/2016/03/07/terinspirasi-sigmund-freud-band-asal-bandung-masuk-20-album-indonesia-terbaik
https://www.djarumcoklat.com/coklatnews/bangkitnya-kelompok-psychedelic-rock-asal-bandung-sigmun
https://www.djarumcoklat.com/coklatnews/advokasi-kami-adalah-ayat-berjudul-dilarang-di-bandung
https://text-id.123dok.com/document/7q0ee7xly-profil-personil-band-fstvlst.html
https://balebengong.id/sigmun-dari-komik-watchmen-surealisme-freud-dan-black-sabbath/
Komentar
Posting Komentar